Jangan Meratap Tangis Karena Musibah
JANGAN MERATAP TANGIS KARENA MUSIBAH
Oleh
Majdi As-Sayyid Ibrahim
َنْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْعَرِى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : النِّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْ تِهَا، تُقَامُ يَوْمَ القِيَا مَةِ، وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانِ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Dari Abu Malik Al-Asy’ary Radahiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Apabila wanita yang meratap tangis tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan ditubuhnya dikenakah jubah yang penuh ‘ter dan zirah’ yang penuh penyakit kudis” [1]
Wahai Ukhi Muslimah!
An-Nihayah adalah suara melolong dengan menyebut-nyebut orang yang sudah meninggal dan kebaikan-kebaikannya. Ada pula yang berpendapat bahwa maknanya ialah ratap tangis dengan menyebut-nyebut kebaikan orang yang meninggal.
Perbuatan ini termasuk perbuatan wanita-wanita jahiliyah. Apabila ada wanita muslimah yang melakukannya, berarti dia membuka dirinya untuk adzab Allah dan kemarahanNya. Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaiat para wanita, beliau mensyaratkan kepada mereka agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan ini, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membai’at kami, lalu membacakan kepada kami ayat : “Dan janganlah mereka menyekutukan sesuatu pun dengan Allah”, dan melarang kami dari nihayah. [2]
Wanita muslimah harus menghindari perbuatan wanita-wanita jahiliyah ini. Bahkan para sahabat wanita telah berjanji kepada beliau untuk meninggalkannya. Maka hendaknya engkau mawas diri terhadap adzab yang pedih bagi wanita yang meratap tangis, lalu dia mati dan belum bertaubat.
Sirbal artinya baju, gamis atau jubah, Qathiran maksudnya cairan hitam yang berbau busuk, yang cepat muncul karena panas yang teramat sangat dari daging atau tulang yang terbakar. Jarab artinya penyakit yang biasa menjangkiti kulit dan bisa meninggalkan noda-noda hitam. Ini merupakan gambaran siksa yang pedih dan adzab yang keras. Laki-laki yang kuat sekalipun tidak akan kuat menanggungnya. Lalu bagaimana menurut pendapatmu jika terjadi pada wanita yang lemah ?
Maka dari itu beliau mencegah perbuatan ini dan mewasiatkan agar wanita yang melakukannya segera bertaubat dengan bersungguh-sungguh, agar dosa yang lalu bisa terhapus. Wanita muslimah harus menjauhi perbuatan yang tercela ini dan tindakan-tindakan lain yang serupa, seperti mengikat rambut dan merobek-robek pakaian karena kematian salah seorang kerabat atau teman. Selanjutnya simaklah hadits berikut yang diriwayatkan Abu Burdah, dari bapaknya Abu Musa Al-Ay’ary, dia berkata.
“Abu Musa sedang sakit keras, hingga pingsan. Saat itu dia berada di bilik seorang wanita dari keluarganya. Lalu ada salah seorang wanita dari keluarganya yang berteriak-teriak. Namun Abu Musa tidak mampu mencegahnya sedikit pun. Tatkala semakin menjadi-jadi, maka dia berkata, ‘Aku berlepas diri dari apa yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak, yang mencukur rambut dan merobek-robek pakaian (karena kematian seseorang) [3]
Dalam hadits ini terdapat perintah yang keras agar menghindari hal-hal ini, yaitu berteriak dengan ratapan, sambil menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah meninggal, mencukur atau mengikat rambut, merobek-robek pakaian atau tindakan-tindakan lain yang biasa dilakukan para wanita jahiliyah.
Ungkapan perkataan Abu Musa bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari hal-hal ini, menunjukkan kesunggguhan pengharamannya, karena hal itu bisa menghilangkan kesempurnaan iman dan keridhaan terhadap qadha Allah serta qadarnya.
Imam Adz-Dzahaby berkata : Siksa dan laknat yang ditujukan kepada wanita yang meratap semacam ini, karena dia menyuruh kepada keguncangan dan mencegah dari kesabaran. Padahal Allah dan RasulNya menyuruh agar bersabar, mengcari keridhaan Allah, tidak guncang dan tidak marah. FirmanNya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : ‘Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un” [Al-Baqarah/2 : 153-156]
Firman Allah : ‘Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu’, maksudnya Kami akan memperlakukan kamu sebagai orang yang mendapat cobaan. Sebab Allah sudah mengetahui bagaimana kesudahannya. Sebenarnya Allah tidak perlu menurunkan cobaan untuk mengetahui kesudahannya. Tetapi Dia ingin memperlakukan mereka sebagai orang yang mendapat cobaan. Siapa saja yang sabar akan mendapat pahala dari kesabarannya, dan siapa yang tidak sabar, dia tidak berhak mendapatkannya. Menurut Ibnu Abbas, ketakutan disini artinya kerugian, tidak mempunyai harta dan kerusakan hak milik. Kekurangan jiwa disini maksudnya karena kematian, terbunuh, sakit atau karena tua. Kekurangan buah-buahan maksudnya kekurangan hal-hal yang dibutuhkan, dan buah-buahan tidak panen seperti biasanya.
Rentetan ayat ini ditutup dengan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, untuk menunjukkan bahwa siapa yang sabar menghadapi musibah, maka dia berada dalam janji pahala dari Allah. Maka firmanNya: ‘Berikanlah kabar gembira’, disusul dengan firmanNya : ‘Yang apabila ditimpa musibah’, dan tidak dikatakan : ‘Apabila mereka ditimpa kebaikan’. Inna lillahi maksudnya kami adalah hamba-hamba Allah, Dia bisa berbuat apa pun yang dikehendakiNya terhadap diri kita.
Begitulah uraian mengenai wasiat Nabawi ini. Oleh karena itu perbauilah imanmu jika menghadapi masalah seperti ini. Dan, apabila ada seseorang yang melakukannya, maka jelaskan hal-hal yang diharamkan.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih, ditakhrij Muslim 6/235, Ahmad 5/334, dari hadits Abu Malik, Ibnu Majah, hadits nomor 1582 dari hadits Ibnu Abbas.
[2]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 6/187, Muslim 6/238, Abu Daud hadits nomor 3127
[3]. Hadits shahih ditakhrij Al-Bukhary 2/103, Muslim 2/110
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/233-jangan-meratap-tangis-karena-musibah.html